Laman

Selasa, 08 November 2011

Bercerita Tentangmu

Edelweis 1: O Z
Rumit yah, aku bahkan tak mengenalmu. Seperti bayang-bayangmu saja. Aku tau kamu, aku tau dimana kamu, tapi aku tak pernah tau bagaimana rupamu, karena kau tidak pernah menghadapku sedangkan aku hanya ada di belakangmu.
Aku ingin jujur, terhadapmu aku punya rasa sama seperti rasa yang dimiliki Sinta untuk Rama. Sungguh bukti apa lagi yang belum aku tunjukan padamu. Sungguh senyum yang bagaimana lagi yang belum aku persembahkan padamu? Tapi sepertinya terlalu petang jika ingin menikmati senja, terlalu gelap jika ingin melihat mega, terlalu berlebihan jika aku ingin sikap baik darimu.
Kita pernah pacaran sayang. Kita pernah bertemu di meja itu untuk menyatakan “aku mencintaimu” dan “kamu mencintaiku”, entah hanya gurauan belaka, entah itu bagian dari trikmu, entah lah..
Lalu kamu terlalu terbiasa dengan hal-hal yang membuatmu biasa. Tidak seperti biasanya, kamu menghilang begitu saja, meninggalkan rangkaian kata “biasa saja lah”. Pernahkah kamu diremehkan oleh orang lain? Dianggap berlebihan oleh orang itu? Aku tidak bisa biasa-biasa saja dengan kebiasaanmu.
Tidak ada yang biasa-biasa saja dalam cinta, dan tidak ada cinta yang biasa-biasa saja. Kumohon mengertilah bahwa aku memiliki perasaan yang tidak biasa terhadapmu tapi kamu malah membiasakannya dengan hal-hal yang membuatmu terbiasa. Sama dengan kamu suka makan jengkol tapi aku tidak suka dengan baunya, aku tidak melarangmu melakukan semua kebiasaanmu, aku hanya tidak suka dampaknya bagiku atau bagi kita.
Sungguh aku lebih mencintaimu. Jika saja kamu bisa bersikap sedikit lebih menghargaiku. Aku sungguh tak mengerti dimana letak salahku hingga kau mengacuhkanku. Seperti ombak yang selalu pergi tanpa berpamit.
Aku berusaha mengerti dengan kebiasaanmu itu, berharap kelak kamu akan berubah menjadi Bima, kau dan aku akan berada di singgahsana kita, mengenang saat pertama kau ucap “adek mau nggak jadi pacar kakak?”. Demi Tuhan yang memilikimu dan miliki aku, aku hanya ingin mengenangnya dalam keadaan bahagia. Aku ingin mengingatnya dengann senyum tersungging di bibirku.
Satu hal yang ingin aku sombongkan di hadapanmu. Pantang untukku bersedih karenamu sayang. Bukan karena aku tidak mencintaimu, tapi karena aku menghormatimu sebagai pemain wanita yang gagal! Semua kabiasaanmu mempermainkan perasaan wanita sudah bisa aku pahami sama seperti aku paham akan kebiasaan ayahku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar